BAB II PEMBAHASAN
2.1 Cara Pandang Agama Hindu terhadap KB
PENGERTIAN PROGRAM KB
Menurut WHO (World Health Organization), keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
·
Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan dan
menentukan jumlah anak
·
Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
·
Mengatur interval diantara kehamilan
·
Mengontrol waktu saat kelahiran yang dengan berhubungan
usia orang tua
Jenis – jenis Alat Kontrasepsi
·
IUD ( INTRA UTERINA DEVICE)
IUD ( INTRA UTERINA DEVICE ) atau
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat
dari plastik yang halus dan berbentuk spiral atau lainnya yang dipasang ke
dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter dan bidan yang sudah
dilatih.
·
IMPLANT
Adalah alat kontrasepsi yang berbentuk
kecil seperti karet elastis yang ditanam dibawah kulit dan pemakain alat ini
dalam jangka waktu 3 – 5 tahun
·
Metode Operatif Wanita
adalah metode operasi melalui operasi
rongga perut dengan pemotongan pada tubapalopi. Sehingga dengan demikian tidak
akan terjadi pembuahan.
Pandangan
Agama Hindu terhadap program KB
Pandangan agama Hindu
terhadap program KB sangat positif bahkan mendukung karena program ini sejalan
dengan ajaran agama hindu. Alat kontrasepsi tercipta dari ilmu pengetahuan dan
ilmu pengetahuan itu di gunakan untuk
kesejahteraan manusia akan disetujui umat Hindu dharma. Hal ini sesuai dengan sloka kitab Manava Dharma sastra III. 60 ,
“Samtusto bharyaya bharta bharta tathaiva ca,Yasminnewa kule nityam kalyanam tatra wai dhruwam”
“Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal” ( Pudja dan Sudharta, 2002: 148).
Namun demikian metode
pengguguran/abortus criminalis di tentang, karena dianggap sebagai dosa yang
bertentangan dengan ajaran ahimsa karma. Pengguguran janin dianggap sebagai
sama dengan pembunuhan orang suci sehingga di tentang oleh agama Hindu
2.2 Cara Pandang Agama Hindu terhadap Aborsi
Pengertian
Aborsi
Aborsi dalam
dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Menurut Fact About Abortion, Info Kit
on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991,
dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi
dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Aborsi
atau gugur kandungan dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
Pandangan
Agama Hindu terhadap Aborsi
Aborsi dalam
Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma” yakni
salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan
menyiksa.Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan
nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada
jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti
tubuh manusia.
Segera setelah terjadi pembuahan
di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur
Panus Karma” penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi
dalam manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”.
Selanjutnya Lontar itu
menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen, sebagai
calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan
I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom.
Ketika cabang bayi sudah berusia
20 hari maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I
Kala, dan I Dengen.
Selanjutnya setelah berusia 40
minggu barulah dinamakan sebagai: Ari-ari, Lamas, Getih, dan Yeh-nyom.
Nyama Bajang yang artinya
“saudara yang selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak
berwujud. Jika Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara
phisik, maka Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta
menguatkan atma atau roh dalam tubuh bayi.
Oleh karena itulah perbuatan
aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara
lain Rgveda 1.114.7 menyatakan:
MA NO MAHANTAM UTA MA NO ARBHAKAM
artinya: Janganlah mengganggu
dan mencelakakan bayi.
Atharvaveda X.1.29:
ANAGOHATYA VAI BHIMA
artinya: Jangan membunuh bayi
yang tiada berdosa.
Dan Atharvaveda X.1.29:
MA NO GAM ASVAM PURUSAM VADHIH
artinya: Jangan membunuh manusia
dan binatang
2.3 Cara Pandang Agama Hindu
terhadap Bayi Tabung
Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) In
vinto berasal dari bahasa latin yang berarti gelas /tabung gelas, dan
fertilization barasal dari bahasa inggris yang berarti pembuahan.
Sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum)
dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Pandangan Agama Hindu terhadap Bayi Tabung
Menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari
Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung
Indonesia (KASI).
(PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung
Indonesia (KASI).
Embrio adalah mahluk hidup. Sejak
bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda
kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, embrio yang dihasilkan baik secara
alami" (hamil karena hubungan seks/tanpa menggunakan teknologi
fertilisasi), dan kehamilan non alami (hamil karena menggunakan teknologi
fertilisasi; Bayi tabung) merupakan suatu hasil ciptaan Ranying Hatalla dan
hasil ciptaan manusia.
Bayi tabung
dilarang oleh agama hindu karena diantaranya :
1.
Insemi atau pembuahan secara
suntik bagi umat hindu dipandang tidak sesuai dengan tata kehidupan agama
hindu, karena tidak melalui ciptaan Tuhan. Hal ini di jelaskan dalam sloka
dibawah ini
Proses terciptanya Bhuwana Alit dijelaskan oleh
beberapa kitab dan sastra Agama Hindu, antara lain :
“So’bhidyaya carirat swatsisrksur
wiwidhah prajah, apa ewasa sarja dan tasu bija mawa bijat”
(Manawa Dharmasastra 1.9)
Artinya :
Ya Tuhan yang menciptakan diri
darinya sendiri semua makhluk hidup beraneka ragam, mula-mula dengan
pikirannya, terciptalah air dan meletakan benih-benih kehidupan pada air itu.
“Mama yonir mahad brahma, tasmin
garbham dadhamy aham sambhavah’ sarwabhutanam tato bhavati bharata”.
(Bhagawadgita XIV.3)
Artinya :
KandunganKu adalah Brahma Yang Esa
di dalamnya Aku letakan benih dan dari sanalah terlahir semua makhluk, wahai
Bharata.
2.
Walaupun bayi tabung bisa
dilakukan oleh pasangan suami isteri yang siap dan mengingini anak, Agama hindu
kaharingan tidak mengizinkan atau memperbolehkan teknologi fertilisasi ini.
3.
Karena perbuatan ini sudah melanggar
hak cipta yang yang dilakukan oleh Ranying Hatalla.Seperti yang diakui oleh
umat hindu bahwa Ranying Hatala Katamparan yaitu Ranyaing Hatala yang telah
menciptakan manusia. Pada mulanya ranying Menciptakan nenek moyang (disebut
Raja Bunu) di Pantai danum Sangiang, sebelum diturunkan ke Pantai Danum Kalunen Ranying Hatalla terlebih dahulu membekali Raja Bunu dengan segala
aturan, tata cara, bahkan pengalaman langsung untuk menuju ke kehidupan
sempurna yang abadi
2.4 Cara Pandang Agama
Hindu terhadap Adopsi
Pandangan Agama Hindu terhadap Adopsi
Sebagaimana
disebutkan, bahwa salah satu tujuan perkawian dilingkungan umat Hindu di bali
adalah untuk mendapat keturunan dengan maksud dengan untuk meneruskan warisan orang tua atau keluarganya. Dalam
Hukum adat Bali yang dijiwai oleh ajaran Hindu adalah sebagai kewajiban (swadharma)
dan hak, baik dengan hubungan dengan parahyangan, pawongan maupun palemahan. Kepada mereka yang tidak mempunyai anak ini tidaklah berarti
jalan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, bersatu dengan Tuhan Yang Mahaesa
telah tertutup. Keluarga-keluarga ini dapat mengangkat anak, melakukan adopsi
yang di dalam bahasa Sanskerta disebut: Parigraha atau Putrìkaåaóam dan anak
yang diangkat disebut: KÃ¥takaputra, Datrimasuta atau Putra Dattaka. Jika kedududkan
anak angkat sama dengan anak kandung, kehadiran seseorng anak dalam keluargha
memiliki makna yang sama dengan anak
akandung.
Hal ini dapat dilihat dalam
Manawadharmasastra IX.141 sebagai berikut:
Jika anak laki yang mempunyai anak angkat laki-laki yang mempunyai sifat-sifat mulia yang sama akan mewarisi walaupun lahir dari keluarga yang lain.
Jika anak laki yang mempunyai anak angkat laki-laki yang mempunyai sifat-sifat mulia yang sama akan mewarisi walaupun lahir dari keluarga yang lain.
Kemudian dalam Manawadharmasastra IX.142
menyatakan: Keluarga dan harta warisan dari orang tua yang sebenarnya.
Tarpana (upacara persenmbahan kepada kepada orang tua yang meningal), ia arus
mengikuti nama keluarga (yang mengangkat) serta menerima warisan dari orang tua
angkat (setelah tarpana kepadanya
Makna Mengangkat Anak MenurutAjaran Agama
Hindu
Ada pun beberapa makna yang dapat dikemukakan dalam pengangkatan anak adalah:
·
Meneruskan warisan, Menurut ajaran agama Hindu yang
tercemin dalam hukum adat Bali bahwa yang dimaksud dengan warisan adalah segala
kewajiaban(swadharma) dan hak, baik dalam hubungannya dengan parahyanagan,
pawongan maupun palemahan. Dengan demikian, anak angkat tidak saja berhak
mewarisi harta benda orang tua angkatnya, tetapi juga memiliki kewajiban seorng
anak yang sama dengan anak kandung. Kewajiaban itu misalnya memelihara merajan
dan tempat suci lainya warisan aornag tua angkatnya termasuk melakuakan
persembahan roh leluhur orang tua angkatnya (parahyangan), mensuciakn orang tua
angkatanya atau roh leluhurnya (upacara ngaben), melaksanakan kewajiaban dengan
angota keluarga yang laian dan dalam kaitanya dengan sesoroh, banjar (pawongan)
dan memelihara rumah, lingkungan milik orang tua nagkatnya (palemahan).
·
Menyelamatkan roh leluhur, Dengan adanya anak angkat
maka sebuah keluaraga tidak mengalami puntung atau putus. Dalam kepercayaan
Hindu, keturunna yang berlanjut ini dapat menyelamatkan roh leluhur. Dalam adi
parwa menyebutkan tenteng pentingya keturunan untuk menyelamatkan roh leluhur.
Dalam Adiparwa disebutkan tentang pentingnya keturunan untuk menyelamatkat roh
leluhur. Betapa pentingnya kehadiran seorang anak dalam keluarga sebagai
pelanjut keturunan dan dapat menyelamatkan roh leluhur dari neraka. Dalam
Manawadharmasastra IX.138 menyebutkan karena anak laki-laki akan mengantarkan
pitara dari neraka yang disebut put, karena itu iad di sebut putra dengan
kelahirannya sendiri(Puja dan Tjokorda Rai sudharta,1973:564). Sedangkan dalam Adiparwa,
74,38 disebutkanseseorng dapat menundukan dunia dengan lahirnya anak ia memeper
oleh kesenagan yang abadi, memperoleh cucu-cucu dan kakek-kekek akan
memeperoleh kebahagiaan yang abadi dengan kelahiran cucu-cucunya.
·
Pengingkat tali kasih keluarga, kelairan seorang
anak/anak angkat dalam keluarga dapat sebagai pengingkat tali kasih dalam
keluarga hal ini diungkapakan dalam sastra hindu, yakni dalam Adiparwa yang di
sebutkan seorang anak merupakan pengikat tali kasih yang sangat kuat dalam
keluarga, ia merupakan pusat penyatunya cinta kasih orngtuanya. Dalam ajaran
agama Hindu dapat dikatakan kehadiran seorag anak/anak angkat sebagai penjain
cinta kasih dalam kelurga. Penomena yang ada betapa pun kemulut yang terjadi
antaraa orang tua dan anak akan selalu damai dalam pelukan orang tua, anak juga
akan menjadi pelekat diantara kemulut orang tau. Anak juga dapat menciptakan
kedamian dalam keluarga disamping orang suci dan seorng istri. Dengan melihat
begitu pentngya peranan anak dalam kelurag ayang perlu di simak seagi seorang
anak adalah menyucikan dan mengagungkan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang
melakat pada anak sesuai dengan sastra-sastra Hindu dengan berlaku
2.5 Cara Pandang Agama Hindu
terhadap Transplantasi
Organ
Pengertian Transplantasi
Transplantasi
adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat
ke tempat yang lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan
persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi
organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari
satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada
tubuh yang sama (id.wikipedia.org).
Pandangan Agama Hindu Terhadap Transplantasi Organ
Berdasarkan
prinsip-prinsip ajaran agama, dibenarkan dan dianjurkan agar umat Hindu
melakukan tindakan transplantasi organ tubuh sebagai wujud nyata pelaksanaan
kemanusian (manusa yajna). Tindakan kemanusiaan ini dapat meringankan beban
derita orang lain. Bahkan transplantasi organ tubuh ini tidak hanya dapat dilakukan
pada orang yang telah meninggal, melainkan juga dapat dilakukan pada orang yang
masih hidup, sepanjang ilmu kedokteran dapat melakukannya dengan tetap
mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan (Heri, 2008).
Menurut
ajaran agama Hindu, transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan,
bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar ia bebas dari
penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting,
utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal.
Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu
pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan buka dilakukan untuk maksud
mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai
dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya
nawani grihnati naro parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati
nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan
membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang
baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna. Kematian adalah
berpisahnya Jiwatman atau roh dengan badan jasmani ini. Badan jasmani atau
sthula sarira (badan kasar) terbentuk dari Panca Maha Bhuta (apah = unsur cair,
prethiwi = unsur padat, teja = unsur sinar, bayu = unsur udara dan akasa =
unsur eter), ibarat pakaian. Apabila badan jasmani (pakaian) sudah lama dan
rusak, kita akan membuangnya dan menggantikannya dengan pakaian baru (Heri,
2008).
Prinsip
kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas
kita yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman
(roh). Badan jasmani merupakan benda material yang dibangun dari 5 zat (Panca
Maha Bhuta) dan akan hancur kembali menyatu kedalam makrokosmos dan tidak lagi
mempunyai nilai guna. Sedangkan Jiwatma adalah kekal, abadi, dia tidak mati
pada saat badan jasmani itu mati, senjata tidak dapat melukaiNya. Wejangan Sri
Kresna kepada Arjuna dalam Bhagawadgita: “Engkau tetap kecil karena sepanjang
waktu engkau menyamakan dirimu dengan raga jasmani. Engkau berpikir, “Aham
Dehasmi”, ‘aku adalah badan’, pikiran ini menyebabkan engkau tetap kecil.
Tetapi majulah dari “aham dehasmi ke aham jiwasmi”, dari aku ini raga ke aku ini
jiwa, percikan tuhan” (Heri, 2008).
Berkat
kemajuan dan bantuan teknologi canggih dibidang medis (kedokteran), maka system
pencangkokan organ tubuh orang yang telah meninggalpun masih dapat dimamfaatkan
kembali bagi kepentingan kemanusiaan. Dialog spiritual Sri Krisna dengan Arjuna
dalam kitab Bhagawadgita dapat ditarik suatu makna bahwa badan jasmani ini
diumpamakan sebagai pakaian jiwatman. oleh karena itu ajaran Hindu tidak
melarang umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna
(pengorbanan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan
sesama umat manusia. Demikian pandangan agama Hindu terhadap transplantasi
organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama
Manusa Yajna (Heri, 2008.)
2.6
Cara Pandang Agama Hindu terhadap Donor
Donor
darah dalam pandangan agama hindu sangat disarankan untuk dilakukan karena
sebagai makhluk yang ada dimuka bumi, manusia diciptakan untuk saling
tolong-menolong antar sesamanya tanpa membedakan asal usul suku, ras, bangsa,
dan agamanya untuk meyelamatkan jiwa
sesama manusia. Selain itu donor
darah merupakan pengorbanan (yajna) kepada orang yang
menderita, agar ia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan
kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ
tubuh manusia yang telah meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus
dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan
buka dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Hal ini pun terdapat dalam sloka Sarasamuscaya 181.
Sedekah dapat dilakukan
kapanpun, dimanapun, dan dalam bentuk apapun. Sedekah tanah, sedekah
kesempatan, wahyu suci, harta benda, dll.
Hal
tersebut sesuai dengan ajaran tri kaya parisuda yaitu tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan
ajaran etika agama hindu yang dipedomi oleh setiap individu guna mencapai
kesempurnaan dan kesucian hidupnya, meliputi :
1. Berpikir
yang baik ( manacika )
2. Berkata
yang baik ( wacika )
3. Berbuat
yang baik ( kayika )
Pada
hakekatnya hanya dari adanya pikiran yang baik, yang salah satunya berpikir
bagaimana kita dapat membahagiakan orang lain dengan menolong sesama umat akan
dan menimbulkan perkataan yang baik dan sehingga mewujudkan perbuatan yang baik
yang dapat menolong sesama diantaranya
dengan kegiatan donor darah.Dengan selalu berbuat baik dapat juga mempermudah
umat hindu untuk mencapai moksa.
Selain berdasarkan ajaran tri kaya parisuda
donor darah juga disarankan karena dalam umat hindu terdapat keyakinan, yaitu
keyakinan terhadap karma phala dimana jika kita selalu berbuat baik pasti
hasilnya akan baik pula dan begitu juga sebaliknya.
2.7 Cara Pandang
Agama Hindu terhadap HIV/AIDS
Sudah
menjadi kodrat bagi kehidupan di bumi bahwa suka (kesenangan,kebahagiaan),
dukha (penderitaan),lara (sakit) dan pati (kematian), tidak dapat dihindari
oleh manusia, kenyataan hidup membutuhkan, beberapa orang mengenyam kebahagiaan
dalam hidupnya,namun di pihak lain tidak sedikit orang mengalami penderitaan.
Termasuk banyak orang menderita karena penyakit AIDS.
Di dalam ajaran Hindu dijelaskan bahwa sesungguhnya hampir tidak ada peristiwa/hal yang terjadi di jagad raya ini, lepas/terbebas dari hukum “Karma Phala” (sebab akibat). Setiap peristiwa yang terjadi (akibat) jelas dikarenakan/diakibatkan oleh satu “penyebab”, sebaliknya “sebab” (dikehendaki atau tidak) niscaya akan ada akibatnya. Semua ini tak dapat dihindari, sebab demikianlah dititahkan oleh Sang Pencipta (Tuhan), sebagaimana dapat dikaji dari nilai-nilai tersurat dalam Sloka Sarasamuccaya ,Sloka 7,berikut ini :
Karmabhumiriya bhahman, Phalabhumirasau mata
Iha
yat kurute karma tat, paratropabhujyate
Artinya
:
Sebab
kelahiran sebagai manusia sekarang ini akibat baik atau buruknya karma itu juga
yang akhirnya dinikmati karma phala itu.Maksudnya baik buruk perbuatan itu
sekarang akhirnya terbukti hasilnya, selesai menikmati menjelmalah ia kembali,
mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sengsara, sisa-sisa yang ada dari
bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja, itulah yang diikuti sebagai
pribahasa, kelahiran dari surga (swarga cyuta), kelahiran dari neraka (neraka
cyuta) baik buruk karma itu di surga, tanda ada pahalanya. Karena itu
pergunakanlah sebaik-baiknya hidup ini untuk melakukan perbuatan baik
Bertolak dari kajian di atas maka dapat dinyatakan bahwa adanya berbagai penyakit, termasuk HIV/AIDS pun, tentunya menerima ciptaan Tuhan sebagai Maha Pencipta. Dalam kaitan pembahasan penyakit sebagaimana tersebut di atas perlu kita cermati Sarasamuccaya, Sloka 30,berikut ini :
Bertolak dari kajian di atas maka dapat dinyatakan bahwa adanya berbagai penyakit, termasuk HIV/AIDS pun, tentunya menerima ciptaan Tuhan sebagai Maha Pencipta. Dalam kaitan pembahasan penyakit sebagaimana tersebut di atas perlu kita cermati Sarasamuccaya, Sloka 30,berikut ini :
Pura
cari ramantako bhinakti, Rogasarathih
Prasahya
jiwitaksaye cubham, Mahat samaharet
Artinya
:
Sebab yang disebut kematian, segala macam penyakit itu merupakan pengemudinya, yang menyebabkan hidup itu berkurang, jika sudah kurang usia hidup datanglah maut, karena itu jangan lupa supaya diusahakan berbuat baik yang akan mengantarkanmu ke asal mulamu.
Sebab yang disebut kematian, segala macam penyakit itu merupakan pengemudinya, yang menyebabkan hidup itu berkurang, jika sudah kurang usia hidup datanglah maut, karena itu jangan lupa supaya diusahakan berbuat baik yang akan mengantarkanmu ke asal mulamu.
Berdasarkan “Sloka” atau ayat tersebut jelaslah bahwa penyakit dimaksud diadakan ke dunia oleh Sang Pencipta untuk maksud tertentu dan juga disebabkan oleh sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab tersebut pada hakekatnya dikarenakan oleh unsur manusia sendiri terutama oleh kelalaian atau pelanggarannya atas hukum-hukum kehidupan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Justru untuk memberikan peringatan atau bahkan ganjaran kepada prilaku-prilaku manusia yang melanggar norma-norma hidup di jagad raya ini.
Kemungkinan –kemungkinan untuk adanya pelanggaran norma tersebut tadi dapat saja terjadi , mengingat manusia memang diberi kekuasaan dalam hal-hal tertentu oleh Tuhan untuk berpikir dan mengembangkan kehidupannya guna mencapai tujuan hidupnya.
Dalam keleluasaan itulah, sekaligus terdapat peluang adanya variasi/yang bahkan terkadang berkategori Asubha Karma atau yang dalam hidup keseharian disebut dengan penyimpangan hidup. Kemungkinan timbulnya penyimpangan itulah yang telah diantisipasi oleh Sang Pencipta dengan memberikan konsekwensi terhadap penyimpangan tadi berupa “penyakit”. Tentunya diharapkan dengan penyakit-penyakit tersebut dalam diri manusia akan timbul rasa takut untuk melanggar norma-norma hidup yang telah digariskan. Demikian pula bagi yang terlanjur membuat kekeliruan dengan ancaman (penyakit) tersebut, yang bersangkutan dapat menjadi jera atau kapok.
Walaupun sampai saat ini penyakit HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, kita tidak boleh menyerah begitu saja, paling tidak kita harus berupaya untuk menghadapinya dan berusaha menyelamatkan tubuh kit aini, yang merupakan anugrah Tuhan yang paling berharga dalam rangka mencapai tujuan hidup kita. Berkenan dengan hal tersebut, Weda menyatakan ” Dharmartha kama moksanam sariram sadanam ” yang artinya tubuh (mu) itu adalah sadana/sarana untuk meraih tujuan(mu) berupa dharma, artha, kama dan moksha.
Menyadari peranan tubuh yang demikian penting,maka kita(yang belum sakit) perlu waspada agar tidak terjangkit. Demikian pula yang telah dinyatakan positif mengidap AIDS, agar bisa menerima dengan jiwa besar,serta mencari upaya penanggulangan lewat petunjuk weda dan vidya (pengetahuan). Bukankah kesehatan selalu tampak lebih berharga setelah kita kehilangannya demikian pesan para bijak.
Sebagai kesimpulan, Hindu memandang bahwa HIV/AIDS ada didunia ini dimaksudkan sebagai rem/pengendali perilaku manusia terutama yang cenderung akan menyimpang dari dharma (kebaikan/kebajikan/moralitas). Adharma atau perbuatan yang tidak baik yang bertentangan dengan agama hendaknya dihindari sehingga tujuan hidup didunia yaitu Catur Purusa Artha dapat tercapai
2.8 Cara Pandang
Agama Hindu terhadap Operasi plastik
Pengertian Operasi Plastik
Operasi adalah
kegiatan bedah untuk mengobati penyakit. Sementara pengertian operasi plastik adalah kegiatan bedah untuk
memperbaiki tampilan tubuh atau biasanya digunakan untuk keperluan kecantikan.
Pandangan Agama Hindu terhadap Operasi
plastik
Jika membahas
mengenai Operasi plastik atau mengubah tubuh, dalam ajaran agama
Hindu disebutkan dalam beberapa wahyunya yang dituliskan di
daun Lontar yang berjumlah empat helai yaitu: Yama
Purwa Tattwa, Yama Purana Tattwa, Yama Purwana Tattwa, dan Yama
Tattwa. Dikatakan bahwa Inti yang diuraikan di keempat lontar
itu berkenaan tentang pengertian tentang asal tubuh manusia, setelah kematian
dan kewajiban menjaga tubuh yang merupakan pinjaman. Disebutkan secara jelas bahwa roh/atmandiberikan
pinjam berupa badan atau tubuh manusia secara lengkap
oleh Sang Hyang Widhi sejak dari embrio (masih dalam
kandungan) sampai tua dan mati nanti.
Setelah meninggal dunia (artinya roh atau atman tidak menggunakan atau lepas dari tubuh) maka badan atau tubuh pinjaman ini harus dikembalikan dalam keadaan utuh(masih tetap sama seperti bentuk pertama kali dilahirkan tanpa kurang sedikitpun) kepada Panca Mahabhuta.
Setelah meninggal dunia (artinya roh atau atman tidak menggunakan atau lepas dari tubuh) maka badan atau tubuh pinjaman ini harus dikembalikan dalam keadaan utuh(masih tetap sama seperti bentuk pertama kali dilahirkan tanpa kurang sedikitpun) kepada Panca Mahabhuta.
Pemahaman mengenai operasi
plastik untuk setiap agama pastilah sama, yakni operasi plastik adalah usaha
untuk merubah bentuk tubuh sebagian atau keseluruhan pada bagian tubuh tertentu
untuk tujuan pribadi (kecantikan) ataupun merupakan tindak lanjut dari upaya
medis (dengan penyebab yang beraneka ragam, seperti kecelakaan, operasi karena
kerusakan beberapa bagian permukaan tubuh oleh berbagai penyebab, dan
antisipasi dari beberapa penyakit yang menyebabkan amputasi).
Akan tetapi untuk ajaran
agama Hindu sendiri, telah disebutkan dengan jelas bahwa larangan untuk
mengubah bentuk tubuh untuk alasan apapun dilarang. Para pemeluknya juga
diwajibkan untuk menjaga keutuhan tubuh yang dipinjamnya dari tuhan mereka dari
kecacatan dengan senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh juga
senantiasa berhati-hati dalam melakukan suatu hal. Bahkan jika perlu, para
pemeluknya ini harus senantiasa memproteksi diri akan hal-hal yang mungkin akan
berakibat pada pengubahan bentuk tubuhnya. Namun, ada pula pengecualian
untuk operasi plastik dalam agama Hindu. Apabila operasiitu dilakukan untuk
memperbaiki apa yang telah diberikan Tuhan seperti bibir sumbing, terkena
air keras atau luka bakar, maupun kecelakaan, maka operasi plastik semacam
ini jelas diperbolehkan. Karena operasi tersebut dilakukan untuk memperbaiki
dan merawat apa yang semestinya baik. Dan dalam agama Hindu pun diajarkan
bahwa kita harus merawat diri kita termasuk mengobati luka dan cacat akibat
kecelakaan.
2.9 Cara Pandang Agama Hindu terhadap Euthanasia
Pengertian Euthanasia
Euthanasia
berasal dari bahasa Yunani ( eu : yang artinya “ Baik “ dan Thanatos : yang artinya “ kematian “ ) adalah praktik
pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau yang menimbulkan rasa sakit yang minimal.
Proses
euthanasia ini bertujuan untuk membantu mempercepat proses kematian seseorang.
Dengan demikian proses euthanasia tentu saja hanya dilakukan terhadap orang
yang benar-benar penyakitnya sudah parah dan kemungkinan hidup sangat kecil.
Pandangan agama Hindu
terhadap
euthanasia
Dalam agama hindu euthanasia dianggap
bertententangan dengan ajaran ahimsha karma, karena perbuatan ini dianggap
sebagai perbuatan keji menghilangkan
nyawa makhluk hindup hal ini disebutkan
dalam Yajur Veda Samhita 12.32
Engkau Tidak Boleh
Menggunakan Tubuh Yang Diberikan Tuhan Untuk Membunuh Mahluk Tuhan,Apakah
Mereka Manusia,Binatang Atau Apapun
Di dasarkan pada ajaran
tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah suatu konsekuensi murni dari
semua jenis kehendak dan maksud perbuatan yang baik maupun yang buruk, lahir
atau batin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. “ karma “ yang buruk adalah
penghalang “ moksa “ yaitu suatu kebebasan. Ahimsa adalah suatu prinsip “ anti
kekerasan “ atau pantang menyakiti siapapun juga. Selain itu kematian ditentukan oleh
Ida Sang Hyang Widhi, bukan manusia
hai ini disebutkan dalam sloka SARASAMUSCAYA,377.
Kematian sudah
ditetapkan waktunya oleh takdir Tuhan, walaupun terluka parah ia tidak akan
mati jika belum takdirnya, sebaliknya jika sudah takdir, seseorang bisa mati
walaupun hanya tertancap duri.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang
terlarang di dalam ajaran agama hindu sebab perbuatan tersebut dapat menjadi
factor yang mengganggu karna
menghasilkan “ karma “ buruk.
Berdasarkan kepercayaan agama Hindu, apabila
seseorang melakukan bunuh diri maka roh nya tidak akan masuk neraka ataupun
surga melainkan tetap berada di dunia fana sebagai roh jahat dan berkelana
tanpa tujuan hingga mencapai masa waktu dimana seharusnya dia menjalani
kehidupan.
2.10 Cara Pandang Agama Hindu terhadap Narkotika
Pengertian Narkoba
Menurut
Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa pengertian narkotika
adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang
menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut
bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan
halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan.
Pandang Agama Hindu terhadap Narkotika
Dalam pandangan agama
Hindu, penyalahgunaan narkoba termasuk dosa yang sangat besar. Hal ini
disebutkan dalam Slokantara, Sloka 16 :
Braima wadah sulapanam, suwarna steyawarna
gurarwdho, mohaolakamucyate. Artinya : “membunuh brahmana, meminum
minuman keras, mencuri emas, memperkosa gadis perawan, dan membunuh guru ini
dinamai dosa besar (malapetaka).” Agama Hindu juga melarang umatnya untuk
melakukan 5 M, yaitu maling (mencuri), minum (minum-minuman keras), main (berjudi),
madon (berjina) dan madat (penyalahgunaan narkoba).
Narkotika bukanlah benda-benda yang dibutuhkan manusia untuk hidup damai
sejahtera, melainkan akan mengakibatkan manusia mabuk, bingung, onar, liar, dan
menderita. Rg Veda VIII.2.12 menyebutkan :
Hrtsu pirasa yudhyante, durmandoso na
surayam. Artinya : “para pecandu yang sedang mabuk akan berkelahi
diantara mereka, menciptakan keonaran”.
Sudah sangat jelas bahwa agama Hindu juga memandang narkoba sebagai barang haram
yang sangat dilarang untuk mengkonsumsinya. Narkoba juga dipandang sebagai
penghalang bagi manusia untuk dekat dengan Tuhan. Hal ini dijelaskan
dalam Sarajamus Caya Sloka 256
yang berbunyi :
“Janganlah mengambil barang-barang orang lain, janganlah meminum-minuman keras
dan obat-obatan terlarang, melakukan pembunuhan, berdusta, karena itu akan
menghalangimu untuk menyatu dengan Tuhan”.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat kami simpulkan bahwa, agama hindu tidak melarang
perkebangan iptek kesehatan, asalakan tidak melanggar kaedah-kaedah yang
terdapat dalam kitab suci agama hindu yaitu Weda. Selain itu juga terdapat
beberapa perkebangan iptek kesehatan yang menjadi perhatian dalam agama hindu
seperti
1.
KB
: Pandangan
agama Hindu terhadap program KB sangat positif
bahkan mendukung karena program ini sejalan dengan ajaran agama hindu
2.
Aborsi : Agama hindu melarang adanya aborsi, karena
perbuatan tersebut merupakan melanggar ajaran ahimsa karma
3.
Bayi Tabung : Agama hindu melarang adanya bayi
tabung, karena dianggap bayi tabung tersebut bukan ciptaan manusia
4.
Adopsi : Agama hindu memandang adopsi sebagai
sesuatu yang positif, karena dalam dalam agama hindu salah satu tujuan dari
masa grahasta adalah untuk mendapatkan keturunan yang suputram, namun jika pada
masa grahasta tersebut pasangan suami istri tidak memiliki keturunan maka pasangan suami istri tersebut
dapat melakukan adopsi,
5.
Transpantasi
Organ & Donor Darah : dalam agama hindu transplantasi organ & donor darah
diizinkan, karena dianggap sebagai yadnya
khususnya manusa yadnya, namun ketika melaksanakan transplantasi organ
ini harus dijiwai perasaan yang tulus iklas
6.
HIV : Hindu
memandang bahwa HIV/AIDS ada didunia ini dimaksudkan sebagai rem/pengendali
perilaku manusia terutama yang cenderung akan menyimpang dari dharma
(kebaikan/kebajikan/moralitas).
7.
Operasi
plastik : ajaran agama Hindu sendiri, telah disebutkan dengan jelas
bahwa larangan untuk mengubah bentuk tubuh
8.
Euthanasia
: Dalam ajaran agama hindu euthanasia melanggar ajaran Ahimsa karma
9.
Narkoba:
Dalam pandangan agama Hindu, penyalahgunaan
narkoba termasuk dosa yang sangat besar. Hal ini disebutkan dalam Slokantara,
Sloka 16
DAFTAR PUSTAKA
Chandra,
Budiman. 2009.Ilmu Kedokteran Pencegahan
Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kajeng, I Nyoman dkk, 2003,
Sarasamuscaya, Paramita , Surabaya.
Parmita, Ana. 2012. Iseminasi Buatan
dan Bayi Tabung Menurut Agama Hindu. From : http://michun31.blogspot.com/2012/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses 19 Desenber 2013
Ulziana, Chintia.2013. Pandangan Agama Hindu Tentang minuman Keras.
From: http://cindy-ulziana.blogspot.com/2013/02/makalah-pandangan-agama-hindu-tentang_5.html,
diakses 19 Desember 2013
Sudarma. 2010. AIDS Perspektif
Agama Hindu.From : http://walitsudarma.blogspot.com/2010/11/aids-persfektif-agama-hindu.html, diakses 19 Desember 2013\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar